MANAJEMEN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang
tidak sedikit. Apalagi kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk
menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita dapat menjalankan suatu usaha
dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana
usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh
suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran
secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal
dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat
diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian leasing?
2.
Apa
sajakah pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan leasing?
3.
Apa
sajakah penggolongan perusahaan leasing?
4. Bagaimanakah proses
dan mekanisme transaksi leasing?
5.
Apa
sajakah jenis dan teknik pembiayaan leasing?
6.
Apa
Keunggulan pembiayaan leasing?
7.
Bagaimana
contoh dari perusahaan leasing?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah suatu kegiatan
pembiayaan kepada perusahan (badan hukum) atau perorangan dalam bentuk
pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan oleh
peminjam dilakukan secara berkala, dan dalam jangka waktu menengah atau
panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut lessor, sedangkan
perusahaan yang mengajukan leasing disebut dengan lessee..[1]
Selanjutnya dengan kebijaksanaan
deregulasi 20 desember 1988, ketentuan bisnis leasing yang diterbitkan
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Bisnis leasing kemudian diberi nama
sewa guna usaha sesuai dengan keputusan mentri keuangan nomor 1169/KMK 01/1991
tanggal 21 november 1991 yang memberikan definisi “sewa guna usaha adalah
kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang- barang modal,
baik secara sewa guna usaha hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh leases selama jangka
tertentu berdasarkan pembayaran berkala.”[2]
B.
Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Kegiatan Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat
dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
1.
Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan nasabahnya
untuk memperoleh barang-barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan
untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang
modal dengan mendapatkan keuntungan.
2.
Lessee.
Adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor
untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.
Supplier.
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai
perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat
bertindak sebagai lessor. Dalam mekanisme financial lease, suplier langsung
menyerahkan barang kepada lease tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang
memberikan pembiayaan.[3]
4.
Bank
dan kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau
kreditur lain tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun
pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.[4]
C.
Penggolongan perusahaan
leasing
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam
menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga 3 (tiga) kelompok yaitu:
1.
independent
leasing.
Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat/sekaligus
sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari supplier lain untuk
disewakan.
2.
Captive
lessor.
Dalam perusahaan leasing
jenis ini, produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang
mereka sewakan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya
adalah untuk dapat meningkatkan penjualan, sehingga mengurangi penumpukan
barang digudang/toko.
3.
Lease
broker.
Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan-keinginan
lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk disewakan.[5]
D. Proses
dan Mekanisme Transaksi Leasing
Dalam melakukan
perjanjian leasing terdapat proses dan mekanisme yang harus dijalankan sebagai
beikut:
1.
Lessee
bebas memilih dan menentukan pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjuk suplaier peralatan.
2.
Setelah
lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai
dokumen lengkap.
3.
Lesse
mengefaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee lalu ditanda tangani.
4.
Pada
saat yang sama lease dapat menanda tangani kontrak asuransi seperti yang tercantum dalam kontrak lease
5.
Kontrak pemberian pealatan akan ditanda tangani
lessor dengan suplaier peralatan tersebut.
6.
Suplaier
dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi
peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
7.
Lessee
menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8.
Supplier
menyerahkan tanda terima ( yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada lessor.
9.
Lessor
membayar harga peralatan yang dileasee kepada supplier.
10.
Lesse
membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease.[6]
E.
Jenis dan teknik pembiayaan leasing
Ada dua macam pembiayaan yang
diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
1.
Operating
leasing
Adalah usaha leasing, dimana pihak lessee hanya membayar sewa
pembiayaan (rental) sesuai perjanjian, tanpa diikuti dengan pemilikan barang
modal tersebut oleh lessee pada akhir masa perjanjian.
Dalam praktiknya lessor biasanya membeli barang modal dari supplier
atau pihak lain terlebi dahulu, kemudian pihak lessee akan membayar rental
sejumlah tertentu, tanpa memperhitungkan terlalu rinci biaya yang telah
dikeluarkan oleh lessor.
2.
Financial
lease
Adalah usaha leasing, dimana selain membayar sewa yang ditetapkan,
pada akhirnya masa kontrak pembiayaan lessee akan membeli barang-barang modal
tersebut berdasarkan sisa yang disepakati bersama.[7]
Teknik
pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis
besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu finance lease dan operating
lease.
1.
Finance Lease.
Adalah suatu bentuk pembiayaan
dengan cara kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
lessor
sebagai pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak
ataupun benda tidak bergerak memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan
ekonomis barang tersebut.
b.
Lessee
berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan
jangka waktu yang disetujui. Jumlah tersebut merupakan angsuran atau lease
payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya
lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan.
c.
Lessor
dalam jangka waktu pengembalian yang disetujui tidak dapat secara sepihak
mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis
termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang
yang di-lease ditanggung oleh lessee.
d.
Lessee
pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut
sesuai dengan nilai sisa yang disepakati untuk menggembalikan pada lessor atau
memperpanjang masa lesse sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
Ciri-ciri
finance lease antara lain :
a) Objek leasing tetap milik lessor
sampai dilakukannya hak opsi
b) Barang modal bisa dalam bentuk
barang bergerak / tidak bergerak
c) Masa sewa barang modal sama dengan
umur ekonomisnya
d) Jumlah lease payment = jumlah biaya
perolehan + biaya-biaya lainnya + spread
e) Lessor tidak dapat secara sepihak
mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau akan dikenakan denda
f) Risiko ekonomis misalnya biaya
pemeliharaan ditanggung lessee
g) Transaksi keuangan
h) Full pay out
i) Disertai hak opsi beli sesuai dengan
residual value
j) Lessor tidak boleh menyusutkan
barang modal.[8]
2.
Operating Lease.
Adalah suatu perjanjian kontrak
antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Lessor
sebagai pemilik objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak lessee untuk
digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek dari pada umur ekonomis
barang modal tersebut.
b.
Lessor
atau pengguna barang modal tersebut membayar sejumlah sewa secara berkala
kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan
barang tersebut beserta bunganya.
c.
Lessor
menanggung segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut.
d.
Lessee
pada akhir kontrak harus mengembalikan objek lease pada lessor.
e.
Lease
biasanya dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu.[9]
F.
Keunggulan pembiayaan leasing
Keunggulan dari pembiayaan
leasing adalah sebagai berikut:
1. Fleksibilitas
penanaman karena memungkinkan pendayagunaan infesasi dana secara optimum.[10]
2.
Menghemat
modal.
Penggunaan sistem leasing memungkinkan lessee menghemat modal
kerja. Untuk memulai usaha, lessee tidak perlu menyediakan dana dalam jangka
besar untuk menyiapkan barang-barang modal.
3.
Pemanfaatan
sistem leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk
memulai produksinya, lessee tidak harus menyediakan barang dalam jumlah besar
untuk membeli mesin-mesin, dan sebagainya.
4.
Resiko
keusangan.
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee terhadap
risiko keusangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap
dini yang mungkin terjadi.
5.
Dalam
keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee yang berjangka waktu relatif
singkat dapat mengatasi kekhawatiran lesse terhadap resiko keusangan sehingga
lesee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
6.
Menciptakan
keuntungkan dari pengaruh inflasi.
Pembayaran sewa bersifat tetap dan dalam jangka menengah atau
panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa akan turun jika terjadi inflasi dalam
perekonomian.
7.
Menguntungkan
arus kas.
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam
perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti
bagi pendapatan lessee.
8.
Kemudahan
penyusunan anggaran.
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap
akan memudahkan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee dapat memilih cara
pembayaran sewa secara bulanan atau kesepakatan lainnya disamping adanya
kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga tetap atau mengambang.[11]
G.
Contoh perusahaan leasing
Perusahaan leasing yang berdiri sendiri
atau independent dari supplier/ produsen. Perusahaan dapat memperoleh barang
dari berbagai supplier/produsen.
Contoh :
Contoh :
Adira, WOM, SOF (Summit Oto Finance), FIF (Federal
International Finance- Honda) CAPTIVE LESSOR Perusahaan leasing yang
didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan produk-produknya.
Perusahaan leasing yang mempertemukan calon lessee dengan
pihak lessor yang membutuhkan barang dengan cara leasing. Perusahaan ini juga
dapat memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan dalam leasing seperti pendanaan dan
barang, tetap dalam fungsinyasebagai penghubung, seperti : Era, Mentari, Ray
White, Columbia, Columbus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan semakin berkembangya dunia bisnis, maka semakin banyak
perusahaan yang terjun ke dunia bisnis. Dengan semakin banyaknyaperusahaan yang
terjun ke dunia bisnis, maka semakin banyak kebutuhandana dan modal yang harus
dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Haltersebut mendorong industry bisnis yang
bergerak dalam bidangpembiayaan yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga
pembiayaan karenayang dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan
usahayang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaandana
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaanperusahaan dalam bentuk
penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk
jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan
hak pilih (optie) bagiperusahaan tersebut untuk membeli barang -barang modal
yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilaisisa
yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salahsatu
jenis lembaga pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang modal.
Peerjanjian
sewa guna usaha yang lahir pada prosedur mekanisme leasing terdiri dari
ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab
para pihak terhadap obyek leasing. pemabagian dan pengaturan mengenai tanggung
jawab para pihak terhadap obyek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan
ditentukan oleh jenis pembiayaan yang terdapat dalam perjanjian leasing itu
sendiri, namun secara khusus pembagian dan pengaturan tersebut pada dasranya
harus didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam perjanjian. sedangkan untuk
pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,
(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002)
Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan Dan Keuangan,
Edisi Ke-2. Yogyakarta: BPFE, 1991.
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006)
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta:
Pt Raja Grafindo Persada, 2002
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,
(Jakarta: Salemba Empat, 2006),
Y. Sri Susilo
Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000).
[1] Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,
(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002), Hlm.
223.
[2]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006) Hlm.200
[3]Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta:
Pt Raja Grafindo Persada, 2002.Hlm.260
[4]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.201
[5]Kasmir, Op. Cit., hlm.262-263
[7]Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,
(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002). Hlm.
224
[8]Y.
Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000). Hlm
74
[9]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.207-210
[10]Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan Dan
Keuangan, Edisi Ke-2. Yogyakarta: Bpfe, 1991. Hlm. 387
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda di sini.