08 September 2015

MANAJEMEN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

 MANAJEMEN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
BAB I 
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang tidak sedikit. Apalagi kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian leasing?
2.      Apa sajakah pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan leasing?
3.      Apa sajakah penggolongan  perusahaan leasing?
4.      Bagaimanakah proses dan mekanisme transaksi leasing?
5.       Apa sajakah jenis dan teknik pembiayaan leasing?
6.       Apa Keunggulan pembiayaan leasing?
7.       Bagaimana contoh dari  perusahaan leasing?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahan (badan hukum) atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan oleh peminjam dilakukan secara berkala, dan dalam jangka waktu menengah atau panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut lessor, sedangkan perusahaan yang mengajukan leasing disebut dengan lessee..[1]
Selanjutnya dengan kebijaksanaan deregulasi 20 desember 1988, ketentuan bisnis leasing yang diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Bisnis leasing kemudian diberi nama sewa guna usaha sesuai dengan keputusan mentri keuangan nomor 1169/KMK 01/1991 tanggal 21 november 1991 yang memberikan definisi “sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang- barang modal, baik secara sewa guna usaha hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh leases selama jangka tertentu berdasarkan pembayaran berkala.”[2]
B.  Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Kegiatan Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
1.    Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
2.    Lessee.
Adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.    Supplier.
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor. Dalam mekanisme financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.[3]
4.    Bank dan kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.[4]
C.  Penggolongan  perusahaan leasing
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga 3 (tiga) kelompok yaitu:
1.    independent leasing.
Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat/sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari supplier lain untuk disewakan.
2.    Captive lessor.
Dalam perusahaan leasing  jenis ini, produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka sewakan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan penjualan, sehingga mengurangi penumpukan barang digudang/toko.
3.    Lease broker.
Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan-keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk disewakan.[5]
D.  Proses dan Mekanisme Transaksi Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat proses dan mekanisme yang harus dijalankan sebagai beikut:
1.    Lessee bebas memilih dan menentukan pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk suplaier peralatan.
2.    Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai dokumen lengkap.
3.    Lesse mengefaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee lalu ditanda tangani.
4.    Pada saat yang sama lease dapat menanda tangani kontrak asuransi  seperti yang tercantum dalam kontrak lease
5.    Kontrak  pemberian pealatan akan ditanda tangani lessor dengan suplaier peralatan tersebut.
6.    Suplaier dapat  mengirimkan peralatan  yang dilease ke lokasi lessee. Untuk  mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
7.    Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8.    Supplier menyerahkan tanda terima ( yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
9.    Lessor membayar harga peralatan yang dileasee kepada supplier.
10.          Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.[6]
E.    Jenis dan teknik pembiayaan leasing
Ada dua macam pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
1.    Operating leasing
Adalah usaha leasing, dimana pihak lessee hanya membayar sewa pembiayaan (rental) sesuai perjanjian, tanpa diikuti dengan pemilikan barang modal tersebut oleh lessee pada akhir masa perjanjian.
Dalam praktiknya lessor biasanya membeli barang modal dari supplier atau pihak lain terlebi dahulu, kemudian pihak lessee akan membayar rental sejumlah tertentu, tanpa memperhitungkan terlalu rinci biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
2.    Financial lease
Adalah usaha leasing, dimana selain membayar sewa yang ditetapkan, pada akhirnya masa kontrak pembiayaan lessee akan membeli barang-barang modal tersebut berdasarkan sisa yang disepakati bersama.[7]
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu finance lease dan operating lease.
1.    Finance Lease.
Adalah suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    lessor sebagai pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak ataupun benda tidak bergerak memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
b.    Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan.
c.     Lessor dalam jangka waktu pengembalian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di-lease ditanggung oleh lessee.
d.    Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa yang disepakati untuk menggembalikan pada lessor atau memperpanjang masa lesse sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
Ciri-ciri finance lease antara lain :
a)    Objek leasing tetap milik lessor sampai dilakukannya hak opsi
b)        Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak / tidak bergerak
c)          Masa sewa barang modal sama dengan umur ekonomisnya
d)   Jumlah lease payment = jumlah biaya perolehan + biaya-biaya lainnya + spread
e)    Lessor tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau akan dikenakan denda
f)    Risiko ekonomis misalnya biaya pemeliharaan ditanggung lessee
g)         Transaksi keuangan
h)         Full pay out
i)     Disertai hak opsi beli sesuai dengan residual value
j)     Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal.[8]
2.    Operating Lease.
Adalah suatu perjanjian kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Lessor sebagai pemilik objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek dari pada umur ekonomis barang modal tersebut.
b.    Lessor atau pengguna barang modal tersebut membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya.
c.    Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut.
d.   Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek lease pada lessor.
e.    Lease biasanya dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu.[9]
F.    Keunggulan pembiayaan leasing
Keunggulan dari pembiayaan leasing adalah sebagai berikut:
1.    Fleksibilitas penanaman karena memungkinkan pendayagunaan infesasi dana secara optimum.[10]
2.    Menghemat modal.
Penggunaan sistem leasing memungkinkan lessee menghemat modal kerja. Untuk memulai usaha, lessee tidak perlu menyediakan dana dalam jangka besar untuk menyiapkan barang-barang modal.
3.    Pemanfaatan sistem leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk memulai produksinya, lessee tidak harus menyediakan barang dalam jumlah besar untuk membeli mesin-mesin, dan sebagainya.
4.    Resiko keusangan.
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee terhadap risiko keusangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
5.    Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee yang berjangka waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran lesse terhadap resiko keusangan sehingga lesee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
6.    Menciptakan keuntungkan dari pengaruh inflasi.
Pembayaran sewa bersifat tetap dan dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa akan turun jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
7.    Menguntungkan arus kas.
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti bagi pendapatan lessee.
8.    Kemudahan penyusunan anggaran.
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan memudahkan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee dapat memilih cara pembayaran sewa secara bulanan atau kesepakatan lainnya disamping adanya kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga tetap atau mengambang.[11]
G.   Contoh perusahaan leasing
Perusahaan leasing yang berdiri sendiri atau independent dari supplier/ produsen. Perusahaan dapat memperoleh barang dari berbagai supplier/produsen.
Contoh :
Adira, WOM, SOF (Summit Oto Finance), FIF (Federal International Finance- Honda) CAPTIVE LESSOR Perusahaan leasing yang didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan produk-produknya.
Perusahaan leasing yang mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan barang dengan cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam fungsinyasebagai penghubung, seperti : Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan semakin berkembangya dunia bisnis, maka semakin banyak perusahaan yang terjun ke dunia bisnis. Dengan semakin banyaknyaperusahaan yang terjun ke dunia bisnis, maka semakin banyak kebutuhandana dan modal yang harus dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Haltersebut mendorong industry bisnis yang bergerak dalam bidangpembiayaan yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karenayang dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usahayang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaandana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaanperusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagiperusahaan tersebut untuk membeli barang -barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilaisisa yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salahsatu jenis lembaga pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal.
Peerjanjian sewa guna usaha yang lahir pada prosedur mekanisme leasing terdiri dari ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap obyek leasing. pemabagian dan pengaturan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap obyek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan ditentukan oleh jenis pembiayaan yang terdapat dalam perjanjian leasing itu sendiri, namun secara khusus pembagian dan pengaturan tersebut pada dasranya harus didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam perjanjian. sedangkan untuk pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002)                                         
Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan Dan Keuangan, Edisi Ke-2. Yogyakarta: BPFE, 1991.
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006)
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006),
Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000).
Thomas Suyatno, KelembagaanPerbankan, (Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama, 1999)


[1] Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002), Hlm. 223.            
[2]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006) Hlm.200
[3]Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002.Hlm.260
[4]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.201
[5]Kasmir, Op. Cit., hlm.262-263
[6]ThomasSuyatno, KelembagaanPerbankan, (Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama, 1999) Hlm 59
[7]Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002). Hlm. 224
[8]Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000). Hlm 74
[9]Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.207-210
[10]Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan Dan Keuangan, Edisi Ke-2. Yogyakarta: Bpfe, 1991. Hlm. 387
[11]Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), Hlm. 196-197.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda di sini.