08 September 2015

Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-NYA, saya diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa“.
Makalah ini dibuat sebagai bagian dari tugas mata kuliah Hukum Bisnis. Dalam penyusunannya, saya menggunakan metoda pendekatan deskriptif, dengan memperoleh bantuan dari berbagai referensi yang ada. Makalah ini dibuat dengan tujuan memperdalam pelajaran tentang mata kuliah Hukum Bisnis yang berfokus pada penugasan masalah Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase dan alternatifnya.
Saya menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, hal ini karena keterbatasan  pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi maupun bagi  pembaca.



Text Box: Jakarta, 7 September 2015
Penulis


Indratmoko SW












DAFTAR ISI

KATA PENGATAR……………………………..................................1
DAFTAR ISI………………………….…………................................2

BAB I. PENDAHULUAN
1. Pengertian Sengketa Bisnis ………………………….......3
            2. Dasar Hukum Arbitrase..................................................4
            3. Sebab Terjadinya Sengketa Bisnis.................................4

BAB II. PEMBAHASAN
4. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis.....................5 
            5. Penyelesaian Litigasi Sengketa Bisnis di Indonesia.......5
            6. Penyelesaian Non-Ligitasi Sengketa Bisnis....................6
                        a.   Arbitrase............................................................6
                        b.   Penyelesaian Sengketa Alternatif......................9
      1) Negosiasi..........................................................9
                              2) Mediasi.........................................................10
                              3) Konsiliasi......................................................10
                              4) Penilaian Ahli................................................10

BAB III. PENUTUP
            7. Kesimpulan……..............................................................11
            8. Penutup...........................................................................12
          
Daftar Pustaka................................................................................13



PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI ARBITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I
PENDAHULUAN

1.            Pengertian Sengketa Bisnis.

Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan. 
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.           
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya. Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya  conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :
a.         Sengketa perniagaan
b.         Sengketa perbankan
c.         Sengketa Keuangan
d.         Sengketa Penanaman Modal
e.         Sengketa Perindustrian
f.          Sengketa HKI
g.         Sengketa Konsumen
h.         Sengketa Kontrak
i.          Sengketa pekerjaan
j.          Sengketa perburuhan
k.         Sengketa perusahaan
l.          Sengketa hak
m.        Sengketa property
n.         Sengketa Pembangunan konstruksi

2.            Dasar Hukum Arbitrase.

UNDANG - UNDANG RI NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG
ARBITRASE dan ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.


3.            Sebab Terjadinya Sengketa Bisnis.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis, yang meningkat dari hari ke hari. Semakin meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya.   Sebab-sebab terjadinya sengketa diantaranya :
a.         Wanprestasi.
b.         Perbuatan melawan hukum.
c.         Kerugian salah satu pihak.
d.         Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian.

BAB II
PEMBAHASAN

4.            Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis.

Dilihat dari prosesnya, penyelesaian sengketa dapat berupa :
a.        Litigasi.          Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui   jalur pengadilan.
b.       Non Litigasi.  Non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan.  
Adapun sisi positif menyelesaikan sengketa di jalur pengadilan adalah :
a.         Hukum yang berlaku adalah sistem hukum Indonesia.
b.         Berlangsung di wilayah Republik Indonesia.
Sedangkan sisi negatifnya adalah :
a.       Partner asing belum memberikan kepercayaan kepada efektivitas hukum di Indonesia.
b.        Proses peradilan memakan waktu yang lama. Karena terbukanya kesempatan untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim, melalui banding, kasasi dan peninjauan kembali.
c.         Proses dilakukan terbuka untuk umum.

5.         Penyelesaian Litigasi Sengketa Bisnis di Indonesia.
a.         Pengadilan Umum.   Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :
1)         Prosesnya sangat formal.
2)         Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim).
3)         Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
4)         Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding).
5)         Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah).
6)         Persidangan bersifat terbuka.
b.         Pengadilan Niaga.   Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)         Prosesnya sangat formal
2)         Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3)         Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4)          Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5)         Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6)          Proses persidangan bersifat terbuka
7)          Waktu singkat.

6.            Penyelesaian Non-Ligitasi Sengketa Bisnis di Indonesia.

a.         Arbitrase.       Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Pengertian : Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.   Arbitrase memiliki asas :
1)         Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa orang arbiter.
2)         Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3)         Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4)         Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat putusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan. Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui bahwa.
1)      Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2)      Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3)      Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di luar peradilan umum.
Dalam dunia bisnis,banyak pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi. Namun demikian, kadangkala pertimbangan mereka berbeda, baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan, antara lain :
1)          Objek Arbitrase.        Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.
Hal-hal Prinsip dalam Arbitrase :
a)         Penyelesaian sengketa dilakukan diluar peradilan
b)         Keinginan untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan harus berdasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.
c)         Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.
d)         Para pihak menunjuk arbiter/wasit di luar pejabat peradilan seperti hakim, jaksa, panitera tidak dapat diangkat sebagai arbiter.
e)         Pemeriksaan sengketa dilaksanakan secara tertutup. Pihak yang bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
f)          Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional.
g)         Arbiter/majelis arbiter mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
h)        Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari sejak pemeriksaan ditutup Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat.
i)          Putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter kepada panitera pengadilan Negeri, dan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PN, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2)         Klausula Arbitrase.  Dalam Pasal 1 angka 3 UU nomor 30/1999 ditegaskan bahwa “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian sutau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
3)         Jenis Arbitrase
1.         Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Volunteer). Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
2.         Arbitrase Institusional.        Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, contohnya di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) sedangkan lembaga arbitrase internasional misalnya The International Center of Settlement of investment Disputes (ICSID).
b.         Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi atau penilaian ahli.
1)         Negosiasi.     UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik.
Didalam mekanisme negosiasi penyelesaian sengketa harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga sebagai penengah, untuk menyelesaikan sengketa.
Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan.
2)         Mediasi.         UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.
3)         Konsiliasi.     UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai konsiliasi. Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center, Australia “konsiliasi adalah suatu proses dalam mana para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral (konsiliator), mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan pilihan penyelesaian).”
Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas. Ia dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa, maupun terhadap hasil perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk berperan aktif.
4)         Penilaian Ahli.         UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai penilaian ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution in Australia “penilaian ahli adalah suatu proses yang menghasilkan suatu pendapat objektif, independen dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang dipersengketakan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa.”
Di dalam melakkukan proses ini dibutuhkan persetujuan dari para pihak untuk memberikan dan mempresentasikan fakta dan pendapat dari para pihak kepada ahli. Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.
BAB III
PENUTUP

7.            Kesimpulan.

Di zaman modern seperti saat ini bangsa Indonesia banyak mengalami  berbagai polemik yang beredar di dalam masyarakat yang menimbulkan suatu  pertentangan bahkan sampai menimbulkan pertikaian diantara masyarakat. Pertikaian yang ada muncul dari berbagai masalah yang biasanya timbul karena perbedaan  pendapat atau paham yang mereka anut. Pertikaian bermula dari suatu persoalan yang kecil karena tidak cepat diselesaikan maka persoalan tersebut menjadi besar. Persoalan ini sebaiknya cepat diselesaikan agar tidak menjadi besar. Di dalam suatu  pertikaian biasanya memerlukan perantara atau biasa disebut pihak ketiga yang dapat membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan  Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar  pertikaian dapat segera teratasi. Bermula dari penyelesaian dengan membicarakan secara baik-baik.
Cara penyelesaian Sengketa Bisnis Menurut Sudut Pandang;
a.         Dari sudut pandang pembuat keputusan.
1)             Adjudikatif.   Mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
2)   Konsensual/Kompromi.      Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
3)       Quasi Adjudikatif.   merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
b.         Dari sudut pandang prosesnya.   Banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan.

8.            Penutup.

Demikian makalah tentang “Penyelesaian Sengketa Bisnis melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” dibuat, dengan harapan dapat menambah wawasan dan cara pandang pembaca terhadap penyelesaian dari setiap sengketa bisnis di Indonesia.   Akhir kata ; Tidak ada gading yang tak retak, dan segala kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.   Semoga bermanfaat.








DAFTAR PUSTAKA


Silondae, Arus Akbar. Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. mitra wacana media. 2010





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda di sini.