22 September 2009

MENGUBAH PARADIGMA KEPEMIMPINAN TNI AU DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS TNI AU PADA MASA MENDATANG



Pendahuluan.

1. Dalam sejarah kehidupan umat manusia memperlihatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu, manusia yang hidup berkelompok sudah mengenal pemimpin-pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal. Ungkapan kehidupan seorang pemimpin merupakan biografi yang banyak ditulis, namun semuanya tidak membahas secara teoritis tentang pendekatan penilaian atau evaluasi ciri-ciri dan sifat-sifat kepemimpinannya.

Sejarah perjalanan masa lalu telah memberikan pelajaran bagi dunia bahwa sifat keserakahan dan haus akan kekuasaan seorang pemimpin atau tokoh-tokoh dunia hanyalah akan menimbulkan kesengsaraan dan kehancuran kehidupan umat manusia di bumi ini. Memasuki era globalisasi dewasa ini, TNI Angkatan Udara memerlukan kemampuan sumber daya manusia yang memadai dari segi kualitas. Kemampuan personel yang memadai adalah merupakan prasarat utama dalam mewujudkan postur TNI Angkatan Udara yang profesional di masa depan. Hal tersebut tidak terlepas dari peran kepemimpinan TNI AU karena peran kepemimpinan yang diterapkan tentunya selalu berorientasi pada keberhasilan tugas yang diembannya. Namun, pencapaian kinerjanya dirasakan belum mantap dikarenakan peran kepemimpinan tersebut masih dirasakan belum optimal dalam beberapa hal antara lain kurangnya memprediksi perubahan, kurang dapat mengendalikan sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin, perilaku kepemimpinan yang kurang proposional dan kurangnya kewibawaan seorang pemimpin serta lemahnya mental dan psykologi pemimpin.
2. Memperhatikan kondisi tersebut di atas, maka peran kepemimpinan TNI AU belum sesuai harapan. Artinya seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang dewasa ini dan dihadapkan pada tugas TNI Angkatan Udara yang cukup berat dan semakin komplek, kemampuan peran kepemimpinan TNI Angkatan Udara tersebut masih bisa ditingkatkan dan dikembangkan menuju terwujudnya postur TNI Angkatan Udara yang profesional. Sehingga pada akhirnya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai harapan.

3. Untuk itu maka perlu ditempuh langkah-langkah pemecahan yang komprehensif dan integral serta berkesinambungan dengan memandang jauh kedepan yang menyangkut kemampuan personel perwira TNI AU menuju terwujudnya postur TNI Angkatan Udara yang profesional di masa depan. Untuk terealisasinya harapan tersebut, banyak faktor yang mempengaruhi baik eksternal maupun internal, disamping itu perlu pemikiran yang jernih dan pertimbangan jauh ke depan. Oleh karena itu perlu upaya meningkatkan kemampuan personel perwira TNI Angkatan Udara yang memadai dari segi kualitas yang handal.

4. Maksud dan Tujuan. Adapun maksud dan tujuan di dalam penulisan naskah ini antara lain :

a. Maksud. Maksud dari penulisan naskah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang penganalisaan model kepemimpinan TNI AU pada masa mendatang.

b. Tujuan. Adapun tujuan dari penulisan tersebut adalah sebagai bahan masukan bagi pimpinan TNI AU dalam menentukan kebijakan guna meningkatkan peran kepemimpinan TNI AU pada masa mendatang.

5. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada Penganalisaan model kepemimpinan TNI AU pada masa mendatang, dengan tata urut sebagai berikut :

a. BAB I Pendahuluan.

b. BAB II Ringkasan Riwayat Hidup Mussolini.

c. BAB III Analisis Kepemimpinan Mussolini.

d. BAB IV Gagasan Kepemimpinan TNI AU pada masa mendatang.

e. BAB V Kesimpulan dan Saran.

f. BAB VI Penutup.


BAB II
RINGKASAN RIWAYAT HIDUP MUSSOLINI

6. Perjalanan Panjang Mussolini.

a. Putra Seorang Tukang Besi dan Guru Sekolah Dasar. Benito Mussolini lahir di desa Dovia di Pedropia, Provinsi Forly, Italia, pada tanggal 29 Juli 1883. Ayahnya, Alesandro Mussolini adalah seorang pandai besi. Ibunya, Rosa Maltoni adalah seorang guru sebuah sekolah dasar. Oleh ayah dan ibunya ia diberi nama lengkap Benito Almicare Andrea Mussolini. Nama Benito diambil dari nama tokoh reformasi Meksiko, Benito Juarez. Andrea dan Almicare merupakan nama dari dua tokoh sosialis Italia, Andrea Costa dan Almicare Cipriani. Ayahnya yang seorang tukang besi berwatak keras dan kritis. Sementara itu, ibunya yang seorang guru sangat lemah lembut. Didikan kedua orang tua dengan profesi berbeda ini terkristalisasi dalam diri Mussolini. Sejak kecil Mussolini sudah menunjukan diri sebagai pribadi yang kuat, tidak disiplin, cenderung bertindak kasar, tetapi memiliki ketajaman intelektual. Mussolini kecil dikenal sebagai anak yang nakal dan bandel, tetapi di sekolah terbilang anak yang cerdas dengan ketajaman inteligensi yang memadai. Sayang, perilaku bandelnya membuat ia seringkali berhadapan dengan masalah. Ia tidak takut pada siapapun, kecuali pada ayahnya sendiri. Saat berusia delapan tahun, ia diusir dari gereja oleh ibunya, karena menjahili orang di bangku gereja dan melempari mereka dengan batu usai berdoa di gereja. Pada usia yang sama ia dikirim orang tuanya ke asrama untuk mengendalikan kenakalannya. Di sana Mussolini menjadi siswa berprestasi. Tetapi kelakuan Mussolini rupanya tidak berubah. Karena itu, memasuki tahun ketiga pihak sekolah terpaksa mengeluarkannya. Namun karena kemampuan akademisnya tahun 1901 pada usia 18 tahun, Mussolini meraih gelar sarjana keguruan dan mendapat lisensi untuk menjadi guru sekolah dasar. Ayahnya yang merupakan anggota sosialis internasional I, menanamkan sikap kritis dan bahkan pembangkangan terhadap segala bentuk otoritas dalam diri Mussolini, kecuali otoritas ayahnya sendiri. Begitu menginjak usia dewasa ia mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang sosialis. Dari ibunya, Mussolini mewarisi pemikiran tentang pentingnya pendidikan bagi seorang individu. Sebagaimana ia mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang sosialis, begitu meraih gelar sarjana, Mussolini juga mengikuti jejak ibunya menjadi guru sekolah dasar, meskipun dilakoninya hanya setahun.

b. Semalam di Penjara Swiss. Hanya setahun Mussolini menjalani profesi pedagogisnya menjadi guru di sekolah dasar. Tahun 1902, sebuah momen transisi terjadi dalam hidup sang calon diktator ini. Demi menghindari wajib militer, ia memutuskan untuk beremigrasi ke Swiss. Di sana ia hidup seorang diri, karena ibu dan ayahnya tidak ikut beremigrasi. Untuk membiayai hidupnya, Mussolini berusaha mendapatkan pekerjaan tetap. Semula usahanya tidak berhasil dan hidup sebagai pengangguran. Ia pun ditangkap karena dianggap sebagai gelandangan. Atas tuduhan tersebut, Mussolini harus mendekam semalam di penjara. Di Swiss benih kepemimpinan Mussolini mulai berkecambah. Ia bertemu dan bergabung dengan kelompok revolusioner dan ikut serta dalam pergerakan kaum sosialis. Namun keterlibatannya dengan kelompok tersebut mengakibatkan dia mendapat sangsi deportasi oleh pemerintah Swiss. Pada tahun 1904 Mussolini kembali ke Italia dan terpaksa masuk wajib militer. Tidak lama kemudian ia kembali lagi ke Swiss. Mengingat riwayat hidup sebelumnya, pemerintahan Swiss kembali berupaya mendeportasi Mussolini ke Italia. Deportasi kedua ini berhasil di atasinya berkat lobi dan diplomasi anggota parlemen partai sosialis Swiss, yang mengenal Mussolini sebagai salah satu kader mereka.

c. Jurnalis Partai Sosialis.

1) Pada tahun 1908 – 1909 Mussolini menetap di Trentino, sebuah kota yang secara etnis dihuni warga Italia, tetapi secara administratif berada di bawah kontrol Austria – Hungaria. Masa ini kemudian menjadi salah satu era penting dalam kiprah politik Mussolini. Pada tahun 1909 ia berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di kantor partai sosialis setempat, sekaligus editor untuk surat kabar partai L’Avvenine del Lavoratore (Masa Depan Kaum Buruh). Dalam waktu singkat emigran asal Italia ini berkenalan dengan seorang wartawan dan politisi sosialis, Cesare Battisti. Ia diminta menulis untuk surat kabar Il Popolo, pekerjaan tambahan yang harus dilakoninya sebagai anggota partai sosialis. Dengan gaya polemik Mussolini mulai merasuki pikiran para pembacanya. Ia mengkritik secara tajam apapun yang menurutnya tidak memiliki semangat revolusioner. Lewat Particella, L’amante del Cardinale (The Cardinal’s Mistress), novel yang ditulisnya, ia menyampaikan kritik tajam terhadap otoritas gereja. Novel itu diterbitkan secara serial pada tahun 1910. Keberanian Mussolini mencoreng otoritas gereja menjadi salah satu alasan yang membuat dirinya dideportasi. Kematian ibunya memanggil calon diktator ini pulang ke tanah kelahirannya. Meskipun demikian, serial Particella, L’amante del Cardinale masih menghiasi halaman surat kabar Il popolo.

2) Keahlian jurnalistik yang dipelajari ketika tinggal di Trento menjadi modal Mussolini ketika kembali ke Italia. Perlahan-lahan ia merintis lorong politiknya sendiri. Tanpa hambatan berarti ia diterima menjadi staf surat kabar Avanti (maju) salah satu organ sentral dari partai sosialis Italia. Antonio Gramsci, pendiri partai komunis Italia, juga pernah aktif menulis untuk majalah ini. Ia menulis dengan gaya jurnalisme yang baru, tajam, kritis dan mengejutkan para pembaca dan mengindoktrinasi spirit baru ke dalam barisan sosialis. Sejak menjadi anggota partai sosialis, garis politik Mussolini sangat jelas terbaca : bebas seperti seorang seniman: dia meramu sosialismenya dengan memadukan pemikiran dua tokoh sosialis Peter Kropotkin dan Lousi Blanqui, dengan dua pemikir komunis Karl Marx dan Friedrich Angel. Di lingkungan kaum sosialis, Mussolini sangat menarik perhatian, dipuja dan akhirnya menebar kekaguman luar biasa. Secara spesifik dia menyerang kaum religious, melitrisme dan reformisme. Mussolini menganjurkan revolusi di segala bidang. Untuk persoalan ini ia tampil secara ekstrem dan tidak segan-segan melakukan kekerasan. Di sisi lain, Mussolini juga fasih berbicara dan memiliki kapasitas leadership yang kuat.

3) Pada tahun 1912, untuk pertama kalinya ia muncul di depan kongres Partai Sosialis. Dihadapan peserta kongres, ia berbicara dengan penuh keyakinan, tangkas memilih kata-kata sekaligus penuh dengan ironi dan sindiran tajam. Mussolini tampil dengan oposisi yang kritis. Dia memanfaatkan kondisi partai yang lamban, birokratis dan sedang dilanda beban, untuk memasukan ide modernitas dan dinamisme, menentang keinginan melakukan revolusi saat gerakan revolusi mulai merebak di seluruh kota. Sebagai seorang oportunis, Mussolini mula-mula membiarkan angin revolusi ini berhembus, sebelum akhirnya ia sendiri terjun ke dalamnya dengan layar terkembang.

4) Ketika perang dunia I pecah pada tahun 1914, Mussolini sudah meraih puncak pimpinan Partai Sosialis di Provinsi kelahirannya, Forli. Namun ambisinya tidak pernah terwujud sepenuhnya, karena pada masa itu golongan sosialis Italia diduduki oleh orang-orang yang lebih suka damai dan tidak menghendaki adanya revolusi. Merasa tidak menemukan jalan yang tepat di tubuh sosialis. Pada bulan Oktober 1914 Mussolini mengundurkan diri dari partai dan jabatannya sebagai editor Avanti. Sebulan kemudian, ia menerbitkan surat kabar Il popolo versi Italia di Milan, menyusul masuknya Italia ke kancah perang dunia I. Mussolini sendiri tidak bisa terjun langsung ke medan pertempuran setelah mengalami kecelakaan saat mengikuti latihan meledakan granat tanggal 23 Februari 1917. Masa-masa ini digunakannya untuk lebih intensif mengurusi Il Popolo d’Italia, surat kabar yang kelak menjadi media untuk meluaskan propaganda kekuasaan dan gagasan fasismenya di seluruh Italia. Sejak saat itu pula hubungan Mussolini dengan partai sosialis terputus sama sekali. Kelak ketika sudah menjadi pemimpin fasis, Mussolini justru berbalik menyerang kaum sosialis.

d. Berubah Haluan: Dari Sosialis Menjadi Fasis. Tahun pertama perang merupakan masa paling agresif bagi Mussolini untuk mempersiapkan pergerakannya. Ia memasuki basis kaum borjuis, musuh para kelompok sosialis. Mussolini yang semula dididik dalam lingkungan kaum sosialis nyata-nyata berkhianat. Ketika terjadi konflik antara kaum sosialis dan kaum sindikalis yang menentang keterlibatan Italia dalam perang Dunia I, tanpa ragu-ragu Mussolini berpihak pada kaum sindikalis.
1) Melihat pergolakan yang terjadi, Mussolini percaya bahwa perang dunia I akan memusnahkan Eropa dengan segala aspeknya, termasuk pemerintahan. Keyakinan ini memberinya harapan dan peluang. Melalui surat kabar Popolo d’Italia ia menyelipkan ide-ide revolusionernya. Inilah era awal Mussolini melakukan pergerakan fasis yang otonom dengan membangun semacam kekuatan politik baru di Italia bernama fasis. Dia mencanangkan program-program baru, di antaranya menumbuhkan kesadaran internasional demi menghentikan perang, menentang program militerisme dan mulai melakukan pemulihan terhadap kaum borjuis, termasuk kerusakan yang mereka alami karena aksi revolusi dari kaum sosialis dan para buruh.

2) Sampai disini, Mussolini berubah haluan. Dia bukan lagi seorang sosialis, tetapi menjadi seorang fasis, bahkan oposisi bagi kaum sosialis. Kelompok buruh Italia menyebutnya “Judas” atau sang “Pengkhianat”. Mussolini tidak perduli, ia terus bergerak dan melakukan berbagai manuever guna memperkuat posisinya. Pada bulan Oktober tahun 1914, ia membentuk Fasci d’azione rivoluzionari internazionalista, sebuah grup revolusioner dalam tubuh partai sosialis. Hal tersebut merupakan sebuah langkah kontroversial yang pernah ditempuh Mussolini mengingat pemikirannya sudah tidak sejalan lagi dengan ide kaum sosialis. Ironisnya lagi, Massimo Rocca dan Tulio Massoti, dua orang sosialis justru meminta Mussolini untuk mendukung gerakan kelompok tersebut.

3) Lewat Popolo d’Italia, surat kabar yang dibentuknya pada waktu itu, Mussolini dengan leluasa memasukan ide-ide fasisme kepada para pembacanya. Gaya editorialnya yang tajam dan penuh kritikan membius para pembaca dan membakar semangat kaum muda radikal yang tidak puas dengan kondisi sosial saat itu. Dengan segera ia merangkul kaum muda radikal dari kelas menengah ke dalam haluan politik dan gerakan fasisnya. Mereka bahkan menjadikannya juru bicara nasional dalam setiap pergerakan yang mereka lakukan. Tanggung jawab seperti ini tentu tidak terlalu sulit bagi Mussolini, mengingat dia fasih berbicara dan memiliki kemampuan negosiasi dan lobi oportunistik. Sejak saat itu, gerakan Mussolini mulai menarik simpati masyarakat, terutama kaum borjuis dan kapitalis yang merasa terancam oleh aksi pemberontakan para pekerja dan kaum sosialis marxis. Ia bergabung dengan kelompok fasis Milan dan berharap bisa mengantarnya ke puncak kepemimpinan di Italia. Ia mengklaim kelompok tersebut sebagai basis kekuatan yang secara relative membantu memperkokoh kekuasaan Negara yang kala itu sedang tidak stabil. Namun sebagian pihak menudingnya melakukan maneuver untuk meraih puncak kepemimpinan. Sampai akhir perang dunia I, karir politik Mussolini yang semula menjanjikan, kembali terpuruk. Pada tahun 1919, saat terjadi pemilihan anggota parlemen Italia, Mussolini tidak terpilih. Ia gagal mewujudkan ambisinya meraih kekuasaan legitim, dengan menduduki kursi parlemen Italia. Namun tidak ada kata “kalah “ atau “mundur” dalam kamus pergerakan seorang Mussolini. Dengan segera ia melakukan manuever baru, yakni membangun konstituen fasis untuk meraih dukungan yang lebih luas lagi. Pada tahun 1921, dengan segala strategi yang dilakukannya, termasuk melakukan intimidasi, Mussolini akhirnya meraih kursi dalam parlemen Italia. Dengan kemenangan ini, Mussolini semakin sadar akan fasisme sebagai kekuatan politik baru yang sangat menjanjikan.

e. Bangun Fasisme Menggapai Kekuasaan di Atas Reruntuhan Perang Dunia I. Pasca perang dunia I (1914-1918), Italia terpuruk dalam situasi krisis di segala bidang. Angka pengangguran mencapai tingkat tertinggi dan terjadi inflasi tak terkendalikan. Akibatnya, banyak orang, terutama kaum buruh dan kelas bawah mengalami ketidakstabilan hidup setelah empat tahun bergumul dengan perang. Sementara itu, kaum borjuis dan kapitalis yang jumlahnya lebih sedikit justru menguasai perekonomian karena memiliki akses terhadap industri, menguasai tanah pertanian dan berbagai elemen perekonomian lainnya. Ketimpangan sosial ekonomi ini menimbulkan kecemburuan dan frustasi sosial dikalangan kaum buruh dan para petani yang merupakan golongan kelas bawah. Lebih jauh kesenjangan sosial ini memicu pemberontakan dan perang antar kelas. Revolusi kaum Bolshevik di Rusia menjadi inspirasi bagi kaum komunis Italia untuk menyerang para pemilik modal atau kaum kapitalis. Tanah pertanian dan sejumlah bangunan industri dibakar oleh kelas pekerja yang praktis kehilangan segalanya selama perang berlangsung.
1) Menghadapi kekacauan yang terjadi, pemerintah justru terkesan pasif dan tidak berdaya. Di bawah kekuasaan Perdana Menteri Giolitti, kekacauan dan pemberontakan semakin meluas dan pemerintah sama sekali tidak sanggup mencegah terjadinya kekacauan yang sudah mewabah hampir di seluruh Italia. Para buruh mengambil alih pabrik dan mempercayakan pengelolaan ditangan para pemimpin dari kaum proletariat yang tidak memiliki kompetensi yang baik. Tidak mengherankan jika saat itu, kegiatan perekonomian kian merosot dan bak mati suri karena kelemahan manajemen. Kondisi yang tak kunjung berubah ini menimbulkan reaksi keras, tidak hanya dari para pemilik tanah, kaum industrialis serta kapitalis yang banyak mengalami kerugian, tetapi juga protes dari kalangan menengah ke bawah yang merasa jengah dengan kekacauan yang semakin tidak terkendali. Hal ini menimbulkan krisis baru, yakni krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Elemen moderat pada saat itu menjadi tidak percaya lagi pada pemerintahan Giolitti. Mereka merindukan adanya otoritas dan pemerintahan baru yang sanggup menciptakan tatanan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. Para tuan tanah, kaum industrialis dan kapitalis (tiga kelompok yang sangat dirugikan) juga masyarakat kelas menengah ke bawah siap berkorban demi terwujudnya situasi sosial yang lebih teratur.

2) Dalam masa transisi seperti ini, Mussolini hadir menawarkan sebuah jalan perubahan radikal. Ia memperkenalakan fasis sebagai sebuah kekuatan baru yang bisa memenuhi harapan akan perubahan pada masyarakat Italia. Dalam ensiklopedia Italia, ia menjelaskan visi dan identitas fasisme sebagai kekuatan yang menentang ideologi sosialis marxis, serta percaya pada kesucian dan heroism. Dalam aksinya fasisme tidak dipengaruhi oleh motivasi ekonomi sebagaimana gerakan yang dilakukan oleh kaum komunis kala itu. Sehubungan dengan itu Mussolini menolak pandangan kaum komunis yang percaya bahwa perubahan selalu lahir dari perjuangan kelas. Selain mencela ideologi sosialisme, fasisme juga menyerang dan tidak mau mengakui ideologi demokrasi, baik secara teoritis maupun dalam implikasinya. Mussolini tidak yakin kalau proses demokrasi seperti penentuan kebijakan melalui suara mayoritas bisa membawa perubahan sosial. Dia menegaskan kalau demokrasi, sosialisme dan liberalism adalah doktrin abad ke-19 yang tidak bisa hidup lagi pada abad ke-20. Baginya abad ke-20 adalah masa pemerintahan fasis. Mussolini terus melancarkan propaganda untuk meraih dukungan dari kelompok yang merasa dirugikan dengan kesemrawutan situasi Italia pasca PD I. Dengan kemampuan propaganda yang luar biasa, ia mengeksploitasi ketakutan para kaum kapitalis terhadap anarkhisme yang ditimbulkan oleh kaum komunis dan mengobarkan semangat nasionalisme dalam diri kaum muda Italia. Melalui jalan ini, Mussolini sanggup meraih simpati dari semua kalangan, kecuali kaum sosialis dan para buruh, tempat dulu Mussolini menimba ilmu dan pengalaman politik. Dengan dukungan milisi fasis yang beranggotakan para veteran perang dan kaum muda radikal, Mussolini mulai menumpas pemberontakan kaum komunis di seluruh Italia. Dia menyerang para politisi sosialis, terutama di bagian utara Italia, tempat ia membangun basis pergerakan bersama kelompok squadristi, semacam para militer kelompok fasis. Agresi militan ini dilaksanakan di bawah pimpinan Dino Grandi, salah satu tangan kanan Mussolini di lapangan. Dengan dukungan anggota fasis militant di belakangnya, dan kondisi krisis yang melanda Italia, Mussolini semakin mendekati pusat kekuasaan. Ia menjadi produk krisis pasca PD I dan ketakutan kaum borjuis terhadap kekuatan komunis yang membenci mereka. Ia adalah pemimpin nasional yang tepat di atas momen sejarah yang tepat pula.

f. Kelompok Kemeja Hitam dari Milan. Pada tahun 1921 milisi fasis terlibat perang terbuka dengan kaum komunis. Peristiwa ini menandai kekalahan kaum Bolshevik dan berkuasa kelompok fasis di Italia. Puncaknya terjadi pada bulan Agustus 1922, yakni ketika para anggota “kemeja hitam” di bawah pimpinan tiga jendralnya, Italo Balbo, Dino Grandi dan Roberto Farinacci membantai ratusan anggota komunis dan menumpahkan darah mereka di sekitar areal Peninsula.

1) Partai Fasis. Pada tahun 1921 dukungan terhadap fasis semakin meluas dan anggotanya tersebar di seluruh penjuru Italia dengan jumlah mencapai 250.000 orang. Jumlah yang demikian besar itu menjadi konstituen fasis yang mengantarkan 22 anggotanya masuk parlemen Italia. Fasis yang semula hanya sebuah gerakan para veteran perang dunia I kini menjelma menjadi Partai Fasis Nasional (The National Fascist Party) dan Mussolini terpilih menjadi ketua partai fasis pertama. Sejak saat itu Mussolini digelari julukan Il Duce (sang Pemimpin). Ketika menjabat perdana mentri ia mengintegrasikan semua elemen fasis ke dalam sistem pemerintahan dan mengidentikkan pemerintahannya dengan partai. Berkat undang-undang pemilu yang dikeuarkan Mussolini, partai fasis meraih kemenangan spektakuler dalam pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 1923. Pada tahun berikutnya, ketika Mussolini sudah menjadi penguasa diktator yang mengontrol pemerintahan sekaligus parlemen, anggota fasis menduduki semua jabatan pemerintahan, termasuk parlemen.

2) Kadernisasi. Pengkaderan anggota mulai dilakukan secara sistematis. Partai fasis menerima anggota baru hanya dari organisasi yunior yang dididiknya. Mussolini mendidik kadernya sejak usia dini, bahkan dari anak yang belum memiliki hak pilih dalam pemilihan umum. Kepada para kader disemua tingkatan, Mussolini melakukan indoktrinasi. Ia menanamkan semangat nasionalisme. Tentu saja sesuai dengan konsep dan cara-cara fasis. Mereka diajari disiplin dan loyalitas yang sangat kaku. Di atas segalanya, generasi penerus fasis ini dicekoki sikap kepatuhan mutlak kepada Mussolini, Il Duce, Sang Pemimpin Tunggal. “tidak ada diskusi dan hanya ada kepatuhan”, menjadi motto yang harus dipegang oleh setiap anggota dan kader partai fasis.

3) Pemerintahan Fasis. Hal pertama yang dilakukan Mussolini adalah memulihkan otoritas pemerintah dengan mengintegrasikan milisi fasis, Fasci di Combatimento ke dalam tubuh angkatan bersenjata. Sejalan dengan itu, Mussolini mulai menarik partai fasis ke lingkungan pemerintahan sehingga ada kesan partai identik dengan pemerintah. Untuk menarik dukungan yang lebih luas, ia mengembangkan sebuah sistem politik dan ekonomi baru dengan memadukan sistem totalitarisme, nasionalisme dan antikomunisme untuk menyatukan semua golongan di bawah sistem kapitalis tempat mengontrol organisasi industri vital, Mussolini nampaknya ingin mensintesiskan kebesaran Romawi kuno dengan utopia Italia pada masa yang akan datang.

4) Propaganda Pengukuhan Kekuasaan. Pada tahun 1926 – 1929 Mussolini mengkonsolidasikan pemerintahannya dengan mengeluarkan undang-undang fasis (Le Leggi Fascistissime). Memasuki tahun 1930 Mussolini sudah duduk dengan tenang di kursi kekuasaan dan menerima dukungan luas terutama dari kelas menengah. Dari sini Mussolini mulai memikirkan membangun kekuasaan tunggal dan membentuk image dirinya sebagai penyelamat Italia. Pada tahun 1929, saat ia menandatangani perjanjian Lanteran dengan pemimpin Gereja Katolik, Paus Pius XI, Paus menyebutnya sebagai “Pemimpin yang diutus oleh misi Ilahi”.

5) Kekuasaan Absolut. Pada tahun 1926 para guru dan dosen di universitas dipaksa mengucapkan sumpah untuk membela dan mendukung pemerintah. Kurikulum yang diterapkan di sekolah disusun sejalan dengan kebijakan pemerintah dan para guru tidak diperkenankan mengkritik pemerintah di depan anak didiknya. Pada tahun 1925 dikeluarkan undang-undang pers yang mengharuskan semua editor majalah dan surat kabar di Italia mendapatkan sertifikat dari dan bahkan ditunjuk langsung oleh Mussolini. Para polisi dan intel Mussolini tersebar di seluruh penjuru Italia untuk mendeteksi segala bentuk gerakan yang akan menentang pemerintahannya. Dengan melarang kebebasan pers, melumpuhkan peran parlemen serta mengendalikan industri dan perdagangan, Mussolini menjauhkan kritik terhadap pemerintahannya dalam bentuk apapun sehingga ia menjalankan roda pemerintahannya murni atas kepentingan dan ambisinya sendiri.

6) Ambisi Imperialis. Pada dasarnya Mussolini juga memiliki ambisi untuk menaklukkan wilayah lain di bawah kekuasaannya. Ia sangat terobsesi menjadikan lautan Mediterania menjadi bagian dari Italia, dalam ungkapan yang terkenal “Mare Nostrum” (Laut Kita). Sejak 1923 ambisi imperialis Mussolini telah Nampak saat ia menduduki kepulauan Corfu yang merupakan wilayah Yunani. Libya, yang sudah dilepas pasca perang dunia I kembali ditaklukkan setelah melewati pertempuran berdarah. Tahap demi tahap, Mussolini terus melakukan invasi terhadap beberapa Negara. Pada tahun 1935 menyerang Abyssinia (Ethiopia). Dalam waktu relatif singkat Negara yang terletak di benua Afrika itu jatuh dalam kekuasaan Mussolini.
g. Akhir yang Tragis, Perang Dunia II : Menuju Ambang Batas Kekuasaan. Mussolini juga perlu berfikir dua kali sebelum memutuskan untuk terjun ke dalam perang terbesar sepanjang sejarah ini. Ada beberapa hal yang membuat Mussolini harus menekan ambisi untuk segera berdiri dibarisan hitler.

1) Mussolini sangat menyadari ketidakpastian pasukan meliternya (angkatan darat dan angkatan laut) yang diperkuat oleh keadaan industri yang belum bisa diandalkan untuk memproduksi persenjataan modern.

2) sejak semula sebagian besar masyarakat Italia termasuk Raja Victor Emanuel III, menteri Luar Negeri Galeazzo Ciano, serta sejumlah pimpinan angkatan darat dan angkatan laut Italia tidak menyetujui langkah Il Duce bersekutu dengan Hitler.

3) Merasa bisa meraih kemenangan di belakang Hitler, Mussolini menggenjot industri Italia untuk memproduksi peralatan perang modern, menempa para prajuritnya dengan teknik perang yang dilakukan Hitler dan tidak lupa melancarkan propaganda demi meraih dukungan publik. Mussolini rupanya tidak belajar dari PD I karena ia sendiri praktis tidak terlibat di dalamnya. Namun ada satu pelajaran yang berarti dari PD I yang mestinya disadari Mussolini bahwa Amerika Serikat-lah yang memegang kunci kekuasaan dunia, bukan Jerman.


BAB III
ANALISIS KEPEMIMPINAN MUSSOLINI

7. Analisis. Dari kepemimpinan Mussolini tersebut di atas dapat dipetik suatu analisis tentang kepemimpinan tersebut dikaitkan dengan situasi kepemimpinan yang sesuai dengan kepemimpinan TNI AU saat ini dan masa mendatang sebagai berikut :

a. Ambisius. Sikap ambisius untuk menguasai parlemen dan pemerintahan Italia bahkan ingin mendirikan kembali imperium Roma atas Negara-negara di sekeliling Italia adalah suatu sikap yang tidak terpuji. Sikap tersebut sangat bertentangan dengan Hak Azasi Manusia dan tidak menghargai kedaulatan suatu Negara/bangsa. The Founding Father Indonesia secara sadar mengatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”, hal tersebut pernah dialami oleh Indonesia selama masa penjajahan. Oleh karena itu setiap pemimpin hendaknya menyadari akan sikap hormat-menghormati dan tepa selira/tenggang rasa terhadap seluruh komponen bangsa dan juga negara lain.

b. Otoriter. Di dalam kepemimpinan Mussolini secara tegas menggunakan pola kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin mendikte penugasan dan keputusan pada bawahan tanpa adanya konsultasi dan komunikasi yang digunakan adalah satu arah. Maka hal ini akan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis yang dianut oleh sistem pemerintahan di Indonesia. Dalam sila keempat Pancasila disebutkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, yang tidak membenarkan pengambilan keputusan dilakukan secara perorangan/individu saja. Gaya kepemimpinan Demokrasi, yaitu pemimpin melibatkan bawahannya dalam pengambilan keputusan kelompok dan komunikasinya adalah dua arah.

c. Menghalalkan segala cara. Di dalam menggapai suatu tujuan Mussolini dengan nyata-nyata melakukan tindakan yang tidak terpuji dan tidak benar melalui tindakan menghalalkan segala cara dan tipu muslihatnya. Di bawah ini menguraikan beberapa hal yang menyangkut kaidah di dalam analisis kepemimpinan yang perlu diuraikan sebagai berikut :

1) Etika Profesional. Artinya memiliki integritas, tanggung jawab dan loyalitas kepada negara dan bangsa. Etika profesional ini sangat diperlukan bagi seorang pemimpin militer, karena mereka sebagai alat negara dan diberi tanggung jawab untuk melindungi kepentingan bangsa dan negara.

2) Karakter yang Kuat. Artinya memiliki sikap yang berani untuk memikul tanggung jawab atas ucapan dan tindakan yang telah dilakukan. Pemimpin militer yang tidak berani mempertanggungjawabkan ucapan dan tindakannya, berarti mereka bukan termasuk pemimpin militer yang memiliki karakter yang kuat.

3) Empat Faktor Kepemimpinan. Pemimpin militer hendaknya memahami keempat faktor kepemimpinan, yaitu ; bawahan, dirinya sendiri sebagai seorang pemimpin, bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik, dan bagaimana mengetahui situasi yang tepat. Dengan memahami keempat faktor tersebut pemimpin militer akan mengetahui bagaimana memberikan perintah yang tepat dan pada waktu yang tepat, sehingga tugas yang sedang dilakukan dapat dikerjakan dengan baik.

4) Pengetahuan tentang Sifat Dasar Manusia. Pemimpin militer yang baik harus mengetahui kebutuhan dasar manusia termasuk emosinya. Seorang pemimpin harus memahami benar bagaimana manusia pada umumnya menghadapi stress, sehingga dia mampu memberikan perintah dengan bijaksana.

5) Pengetahuan dan Keahlian Pada Bidangnya. Pengetahuan dan keahlian tersebut menyangkut penguasaan segi teknis dan taktis. Para pemimpin militer diharuskan menguasai bidang tugasnya, sebab kalau tidak akan sulit mendapatkan respek dari anak buah.

6) Kemampuan Membuat Perencanaan, Memecahkan Masalah, dan Memberikan Keputusan dengan Bijaksana. Pemimpin militer tanpa mengetahui bagaimana merencanakan suatu pekerjaan, memecahkan masalah dengan baik dan memberikan keputusan dengan bijaksana, maka mustahil dia akan dapat memimpin satuannya dengan sukses.

7) Kemampuan Berkomunikasi dengan baik. Pemimpin yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka dia akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan koordinasi, memberikan supervisi dan bahkan melaksanakan evaluasi dengan benar.

8) Kemampuan Memberikan Motivasi. Pemimpin yang tidak mampu memberikan motivasi, berarti tidak mampu memberikan semangat kepada bawahan, meningkatkan moral bawahan, serta memberikan saran atau konseling kepada bawahannya. Akibatnya, bawahan akan berjalan sendiri-sendiri karena tidak memperoleh pengarahan yang jelas. Akhirnya tugas satuan bisa gagal atau tidak sesuai dengan yang direncanakan.

d. Moral dan Etika.

1) Moral Kemanusiaan. Sebagai seorang pemimpin, anda pasti akan berurusan dengan anak buah, kawan sebaya, senior dan bahkan dengan orang lain yang mungkin mendukung menyelesaikan tugas kita. Untuk mengetahui dan memberikan motivasi kepada orang lain, mengembangkan ikatan serta memberikan pengasuh disiplin kepada mereka, yang paling penting adalah harus mengetahui sifat-sifat dasar manusia. Manusia pada umumnya memiliki prinsp tertentu yang berkaitan erat dengan sifat dasar manusia. Prinsip tersebut pada hakikatnya adalah pemenuhan terhadap kebutuhan akan jasmani dan rohani. Semua manusia pada dasarnya memiliki sifat alamiah yaitu potensi yang baik dan sifat yang buruk. Salah satu pekerjaan terpenting bagi seorang pemimpin adalah mampu menekan sifat yang buruk dan memunculkan potensi yang baik. Dari potensi yang baik akan mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, sebaliknya dengan sifat yang buruk akan menghambat penyelesaian tugas yang dibebankan kepadanya, oleh kareanya tidak ada jalan lain bahwa kita harus mampu menekan sifat buruk yang ada pada diri kita.

2) Moral Kebersamaan dan Kebangsaan. Masyarakat Indonesia bilamana telah mendasarkan perilakunya pada kepribadian produktif atau telah berperilaku produktif, maka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan menunjukkan perbaikan. Masyarakat yang ekstrim akan menunjukkan perilaku konflik, pelanggaran hukum, dan berbagai perilaku negatif. Masyarakat yang berperilaku produktif akan bekerja lebih baik menghasilkan suatu produk yang baik, dalam kehidupan di masyarakat mereka akan menggunakan moral dengan standar yang baik, berinteraksi diantara masyarakat dengan baik. Sedangkan dalam kehidupan berbangsa mdan bernegara, masyarakat akan memiliki kebanggaan yang kuat dengan negaranya, yaitu NKRI. Dengan demikian, pencapaian masyarakat yang sejahtera akan lebih mudah terjadi dengan bermodalkan karakter bangsa, rasa nasionalisme dan kepemimpinan yang berbasis pada perilaku produktif yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

3) Moral Kerakyatan. termasuk di dalamnya ketulusan, kejujuran, keterus-terangan dan keberanian di dalam mengemban tugas. Bedanya dengan loyalitas, bahwa integritas ditujukan kepada tugas yang diemban, sedangkan loyalitas lebih ditujukan kepada atasannya atau diri pribadi pimpinannya. Oleh karena itu, integritasnya akan selalku berada di atas loyalitas, berkaitan erat dengan rasa tanggung jawab seseorang. Seorang pemimpin yang bersifat dewasa tidak akan membuat keputusan sesuai dengan kata hatinya, berdasarkan emosinya atau perasaannya. Dia akan mampu membuat keputusan yang bijaksana berdasarkan alasan yang masuk akal dan prinsip-prinsip moral yang kuat. Emosinya akan berada dibawah alasan yang dia berikan, karena dia mampu mengontrol dan mengarahkan emosinya ke arah yang positif.

4) Moral Keadilan. Sebagaimana diketahui bahwa penegakkan hukum di masyarakat Indonesia pada saat ini adalah sangat memprihatinkan. Sebagian masyarakat pada saat ini sering membandingkan keadaan dengan kondisi ketika masa Orde Baru yang dirasakan lebih baik. Oleh karena itu, pimpinan yang diharapkan adalah yang mampu menegakkan hukum dengan baik dan tegas, tidak mengenal kompromi serta tidak tercela. Pimpinan yang dapat melakukan tindakan tersebut diwarnai pemerintahannya mungkin akan menghadapi berbagai gelombang protes, sehingga pemerintahan akan mengalami kekacauan. Pimpinan yang tegas tersebut mungkin akan dianggap menghambat proses demokratisasi. Dengan demikian demokrasi akan sulit untuk dicapai dengan pimpinan yang menggunakan “tangan besi”.

e. Lima Tuntutan Kemampuan Seorang Pemimpin. Tuntutan untuk menjadi seorang pemimpin pada saat ini tidaklah semudah tuntutan pada dekade-¬dekade sebelumnya. Berbagai pendapat dikemukakan tentang tuntutan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tuntutan kemampuan untuk menjadi pemimpin tersebut menjadi suatu persyaratan untuk membentuk efektifitas kepemimpinan seseorang, baik untuk masa kini maupun masa mendatang. Setelah melalui pengkajian, keseluruhan tuntutan kemampuan tersebut dapat diperas menjadi lima tuntutan kemampuan. Kekurangmampuan memenuhi salah satu saja dan lima tuntutan tersebut akan membuat kepemimpinan seseorang menjadi rendah efektivitasnya. Lima tuntutan kemampuan yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Cermat. Cermat diartikan teliti dalam menerima informasi. Pengkajian silang selalu dilakukan (check and recheck). Mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan nalar yang sehat dan tidak begitu saja dapat dipengaruhi orang lain. Untuk itu tentunya ia harus memiliki wawasan yang luas agar dapat bertindak cermat dan benar (general knowledge). Ia harus selalu mau dan mampu untuk belajar secara terus menerus. Dengan perkataan lain, ia harus memiliki budaya belajar (learning culture).

2) Dapat dipercaya (amanah). Yang dimaksud dengan amanah adalah dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang diberikan kepadanya. Tentunya dalam hal ini tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, kepercayaan ataupun titipan yang diberikan padanya. Dia tahu apa tugas dan kewajiban serta tanggung jawabnya dan berupaya untuk memenuhinya dengan sebaik-baiknya. Maka, dia tidak akan mau menerima amanah apabila dia menyadari bahwa amanah tersebut tidak akan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. “Penerima amanah tidak hanya bertanggung jawab pada orang yang memberi amanah, tetapi juga harus bertanggungjawab kepada Allah SWT. Tanggung jawab tersebut antara lain diwujudkan dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan sehubungan dengan amanah yang diterimanya, selalu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan masyarakat serta menjaga kelestarian alam dalam arti luas. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penerima amanah tidak bertindak sewenang~Wenang dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki karena amanah yang diterimanya”.

3) Memiliki Ketrampilan. Seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan sesuai dengan tuntutan tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang dipercayakan padanya. Tanpa ketrampilan ini seseorang tidak akan mungkin mampu memahami bagaimana cara melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Dalam hal ini termasuk keterampilan membangun sinergi dengan orang lain dalam upaya melaksanakan tugas dan pekerjaan agar berhasil dengan baik.

4) Mampu Berkomunikasi. Seorang pemimpin harus berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan berbagai cara. Kemampuan berkomunikasi ini dapat digambarkan dalam bentuk mampu untuk menyampaikan informasi secara efektif dan juga mampu menyakinkan orang lain dengan baik. Kemampuan ini merupakan salah satu pilar untuk memperoleh kepercayaan dan rasa hormat dan orang lain. Dengan kemampuan berkomunikasi secara baik, masa!ah yang disebabkan kekeliruan dalam komunikasi (miscommunication) akan dapat dihindari atau dicegah.

5) Memiliki Integritas dan Konsisten. Yang dimaksud dengan integritas adalah satunya kata dengan pikiran, perasaan dan perbuatan yang bersumber dari norma-norma kebenaran dan dapat diartikan pula dengan kejujuran yang “bulat”. Dalam hal ini tidak dikenal apa yang disebut dengan “agenda tersembunyi” (the hidden agenda) dalam berinteraksi dengan orang lain. Selalu konsisten akan membuat orang lain lebih mudah memahami dan mempercayai apa yang dikatakan ataupun dilakukannya.

8. Dengan memenuhi kelima tuntutan tersebut diatas seseorang akan mampu membangun rasa percaya dan rasa hormat dan orang lain dan juga dan dirinya kepada orang lain (timbal balik). Dalam upaya untuk memenuhi kelima tuntutan tersebut, hal yang paling utama adalah mampu me¬mahami diri sendiri dan orang lain, mampu mengerahkan potensi diri serta mampu pula memoti¬vasi diri sendiri. Sedangkan untuk membantu meningkatkan kemampuan kepemimpinan dapat dilakukan melalui penguasaan tiga unsur dalam melihat manusia seutuhnya. Ketiga unsur di¬maksud adalah Body & Mind, Brain/Mental dan Emotions yang saling terkait satu sama lain, dengan tentunya tetap berlandaskan pada hati nurani.



BAB IV
GAGASAN KEPEMIMPINAN TNI AU PADA MASA MENDATANG

9. Gagasan mendatang. Kepemimpinan akan berpengaruh positif maupun negatit terhadap perkembangan corak dan kehidupan dalam masyarakat ataupun suatu organisasi. Seorang pemimpin secara permanen akan mempengaruhi kondisi dasar organisasi yang dipimpinnya. Banyak model kepemimpinan yang ada di muka bumi ini, akan tetapi tidak semua model kepemimpinan cocok dengan perkembangan situasi dan tuntutan organisasi TNI AU ke depan. Untuk itu diharapkan para pemimpin TNI AU harus dengan cermat menyesuaikan harapan dari organisasi TNI AU ke depan. Peran pemimpin TNI AU yang diharapkan adalah sesuai dengan Jati Diri TNI. Secara historis TNI terbentuk melalui proses perjuangan panjang bangsa Indonesia umumnya dan perjuangan TNI khususnya dalam merebut, mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI yang menunjukkan jiwa, semangat dan tekad pengabdian. TNI sebagai alat pertahanan negara kemudian berkembang sesuai dengan tuntutan zaman dan kebiasaan internasional sehingga TNI memiliki jati diri. Maka dari itu peran pemimpin TNI AU diharapkan dapat memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memiliki Kemampuan dalam Memprediksi Perubahan. Menghadapi kondisi yang selalu berubah dan berjalan semakin cepat dari waktu ke waktu, akan memberikan tantangan kepada setiap pemimpin TNI AU agar selalu waspada terhadap dampak perubahan tersebut terhadap satuan kerjanya. Dapat diilustrasikan pada berbagai organisasi yang selama ini kurang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perubahan yang terjadi, akan tertinggal dibanding dengan organisasi lain. Tidak jarang organisasi yang semacam ini kemudian mengalami krisis, sehingga perlu dilakukan restrukturisasi total untuk bisa menyelamatkan organisasi. Sementara itu pemimpin yang memiliki visi dan kemampuan antisipasi terhadap organisasi di waktu mendatang, akan melakukan perubahan dalam upaya menghadapi tantangan masa depan. Pada kenyataannya cukup banyak alasan yang mendorong pimpinan suatu organisasi untuk melakukan perubahan. Menyimak perubahan dalam suatu organisasi, pada hakikatnya adalah melihat apa yang dilakukan leader pada organisasi tersebut dalam melakukan perubahan menyeluruh pada organisasinya (“What Leaders Do”). Dalam melakukan perubahan seorang top leader memegang peranan penting dan biasanya memiliki inisiatif untuk melakukannya. Dengan inisiatif itulah seorang top leader menentukan arah dan strategi perubahan organisasi, yang kemudian dikomunikasikannya kepada seluruh manajemen beserta stafnya di lingkungan organisasi. Kalangan para manager ini akan menjadi motor penggerak proses perubahan. Melalui top leader suatu organisasi akan mengimplementasikan proses perubahan, yaitu; nilai, budaya, struktur, sistem (values, belief, culture, structure and system) menuju terbentuknya organisasi baru (a new corporation). Sebenarnya kita dapat menggali lebih dalam lagi berbagai cara untuk memahami pola-pola dan meramalkan perubahan, sebagai berikut :

1) Extension. Pemimpin TNI AU diharapkan memiliki kemampuan dalam mengamati suatu keadaan dengan berbagai implikasinya. Maka di dalam setiap pelaksanaan kegiatan di satuan kerjanya sudah sepantasnya pemimpin TNI AU menetapkan batasan-batasan yang jelas dan tegas guna menghindari terjadinya tindakan penyelewengan ataupun implikasi negatif dari pelaksanaan tugas di lapangan. Di samping itu, pada setiap pelaksanaan tugas sering dijumpai kendala yang dihadapi oleh bawahan, maka para pemimpin mampu memberikan solusi sebagai langkah pemecahan masalah. Hal tersebut penting karena model kepemimpinan yang sangat diharapkan adalah pola kepemimpinan stewardness (melayani) dan partnership (kemitraan).

2) Elaboration. Tuntutan Kepemimpinan TNI AU harus memiliki karakter yang baik, berarti memiliki keunggulan mental dan akhlak yang dapat diteladani oleh semua anggota dan lingkungannya. Maka dari itu seorang Pemimpin TNI AU diharapkan mampu mengembangkan dan menyempurnakan kepemimpinan yang ada pada dirinya. Era reformasi dan proses demokratisasi yang terjadi menuntut wujud kepemimpinan yang mampu mengatasi setiap persoalan yang terus berubah dan harus diikuti perubahan karakteristik pemimpin dengan terus berupaya mengikuti paradigma Kepemimpinan TNI.

3) Recycling. Pemimpin TNI AU diharapkan memiliki kemampuan dalam merespon aspirasi anggota dalam menyesuaikan tuntutan masa depan, hal tersebut tetap menjadi faktor penentu keberhasilan kepemimpinan TNI AU yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, moral dan intelektual. Maka oleh sebab itu kepemimpinan Pemimpin TNI AU harus kembali menempatkan nilai-nilai kejuangan 45 pada porsinya dengan menggugah kemauan rela berkorban, semangat pantang menyerah dan selalu tabah dalam mengahadapi berbagai situasi yang terjadi.

4) Pattern reversals. Pemimpin TNI AU diharapkan memiliki kemampuan mentransformasi bidang ekonomi, sosial, iptek dan informasi dengan sikap akomodatif dan terbuka dalam meningkatkan kualitas hidup anggotanya. Memantapkan jiwa kejuangan dengan mengembangkan nilai-nilai demokrasi sehingga semakin menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia ditengah kemelut dunia. Mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa yang positif dengan tetap terbuka diri dari nilai-nilai baru yang hidup dan berkembang dalam peradaban dunia modern serta mengembangkan sesuai kepemimpinan TNI dengan karakter moral yang kuat dalam pembangunan pertahanan dan keamanan nasional untuk mempersiapkan dan membangun hubungan antar bangsa.

5) Strange attractions. Seorang Pemimpin TNI AU dituntut memiliki kemampuan di dalam memprediksi perubahan dengan memilah mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Dalam menangani hal-hal yang merugikan diharapkan memiliki optimisme guna mengelola hal yang merugikan menjadi sesuatu yang menguntungkan dengan menerapkan manajemen perubahan. Sehingga peran kepemimpinan Pemimpin TNI AU jika dihadapkan pada pengaruh globalisasi, transformasi kultur dan tantangan kemajuan teknologi dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas pokoknya. Perlu ditegaskan di sini, berhasil tidaknya suatu misi organisasi sangat tergantung pada kreatifitas dan inovasi seorang pemimpin yang didukung dengan penguasaan manajemen yang baik, memiliki dedikasi kerja serta disiplin yang tinggi.

6) Chaos. Denis Waitley mengemukakan bahwa periode perubahan mendasar diperlihatkan pada dekade 90-an. Dimana sebelum dekade 90-an dianggap sebagai sesuatu yang benar dan dijadikan pegangan, akan tetapi justru pada dekade 90-an dilihat sebagai sesuatu yang salah. Bila kita tetap bertahan dengan pandangan atau pegangan seperti yang berlaku sebelum dekade 90-an, maka daya saing kita akan menjadi rendah. Pada tahun 1998 telah terjadi perubahan yang begitu mendasar dan menuntut adanya perubahan paradigma di Indonesia termasuk perubahan paradigma TNI. Berdasarkan hal tersebut diharapkan peran kepemimpinan Pemimpin TNI AU dapat mengikuti perubahan paradigma TNI sesuai dengan tuntutan referormasi. Lebih jauh gambaran tentang perubahan peran kepemimpinan TNI AU dapat dilihat sebagai berikut :

a) “Kemarin sumber daya alam diartikan sebagai kekuatan. Hari ini pengetahuan adalah kekuatan”. Memiliki maksud bahwa jika sumber daya alam dieksplorasi secara terus menerus maka lambat laun akan habis, berbeda dengan ilmu pengetahuan akan semakin berkembang.

b) “Kemarin hierarki adalah modal. Hari ini sinergi sebagai mandat”. Mengandung pengertian bahwa kepemimpinan tidak dijalankan sendiri, tetapi memerlukan adanya kerjasama personel dalam organisasi tersebut.

c) “Kemarin para leader memerintah dan mengontrol. Hari ini para leader memberdayakan dan membimbing (coach)”. Memberikan pengertian bahwa sebagai pemimpin harus dapat memberikan kesempatan pada anggota untuk maju dan berkembang.

d) “Kemarin senioritas menunjukkan status. Hari ini kreativitas mendorong status”. Memberikan pengertian bahwa makin tinggi jabatan seseorang maka semakin tinggi semangatnya untuk berkreasi guna memberikan kontribusi kepada organisasi.

e) “Kemarin nilai hanyalah sebagai tambahan. Hari ini nilai adalah segala-galanya”. Mengandung pengertian bahwa reformasi TNI perlu dilaksanakan secara konsekuen oleh Pemimpin TNI AU sehingga dapat menaikan citra TNI AU di mata masyarakat.
b. Kemampuan Mengendalikan sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Di dalam bukunya yang berjudul Human Behavior at Work: Human Relations and Organizational Behavior, Davis mengemukaan empat macam kelebihan sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi si pemimpin. Maka dari itu diperlukan suatu pengembangan sifat-sifat kepemimpinan yang dilukiskan sebagai berikut :

1) Terpenuhinya standar inteligensia seorang pemimpin, dimana pada umumnya para pemimpin memiliki kecerdasan yang relatif lebih tinggi daripada bawahannya. Atas dasar tingkat inteligensia yang tinggi tersebut maka diharapkan dapat memproyeksikan pemikirannya tersebut pada hal-hal sebagai berikut :

a) Pemahaman yang luas tentang tugas kepemimpinan.

b) Mengenali makna transformasi sebagai hukum semesta.

c) Mengenali pola pikir, komunikasi dan kerja yang unik pada tiap individu.

d) Ketepatan dalam mengambil keputusan.

e) Memiliki kemampuan dalam membuat perencanaan strategis.

f) Mampu menerapkan System Approach dan Balanced Scorecard untuk menghasilkan pertumbuhan yang seimbang.

g) Mampu mengelola perubahan dan meneliti dengan system integrity analysis.

2) Memiliki kematangan dan keleluasaan pandangan sosial (social maturity and breadth), dimana para pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Karena di dalam lingkungan sosial kemasyarakatan seorang pemimpin memiliki status sosial yang jelas berbeda dengan warga masyarakat lainnya. Sehingga dengan kematangan tersebut diharapkan mampu mengendalikan keadaan, kerjasama sosial serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri dikarenakan seorang pemimpin akan selalu menjadi sorotan dan incaran publik.

3) Mempunyai motivasi yang tinggi dan keinginan untuk dapat berprestasi yang datang dari dalam (inner motivation and achievement desires). Seorang pemimpin diharapkan harus selalu mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan suatu tugas yang dilimpahkan kepadanya. Setiap penugasan pada situasi dan kondisi apapun mempunyai makna sebagai amanah yang harus dapat diselesaikan dan memberikan hasil yang terbaik.

4) Optimalnya kemampuan dalam hal menjalin dan memelihara hubungan antar manusia (human relations attitudes) serta mengembangkan hubungan-hubungan yang mencakup berbagai kemampuan sikap dan sensitivitas sebagai berikut:

a) Kemampuan dan sensitivitas mengenali pola komunikasi pribadi dan orang lain.

b) Kemampuan dan sensitivitas menyimak dan menyampaikan informasi.

c) Kemampuan dan sensitivitas mengendalikan peran dari mental pribadi pada waktu Menjalin komunikasi.

d) Kemampuan serta sikap-sikap untuk mengembangkan kerja kelompok.

e) Kemampuan dan sikap untuk membangun jaringan kerja.

f) Kemampuan dan sikap untuk menangani tantangan-tantangan.

g) Kemampuan memimpin sesuai dengan kebutuhan dan kematangan mereka yang dipimpin.

c. Perilaku Positif Kepemimpinan yang Proposional. Komitmen TNI untuk melaksanakan reformasi adalah tekad dan kemauan politik TNI yang ditujukan untuk mewujudkan tentara profesional dalam memerankan diri sebagai alat negara di bidang pertahanan negara. Untuk itu diharapkan TNI menjadi profesional, dan memiliki komitmen untuk menjauhkan diri dari politik praktis, serta berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih rakyat secara konstitusional dan demokratis. Mengingat begitu besarnya peran Kepemimpinan TNI dalam menentukan dan mengarahkan kesatuan demi tercapainya suatu keberhasilan, diperlukan adanya integritas yang kuat/mantap bagi seorang Pemimpin TNI AU dalam aspek moral, etika dan kepribadiannya. Perilaku seorang Pemimpin TNI AU dapat menimbulkan citra yang disandangnya, sebagai berikut :

1) Moralitas. Komandan yang memiliki moral baik dalam pelaksanaan tugas, mampu bertanggung jawab terhadap setiap amanat jabatan yang diberikan kepadanya. Dengan moralitas yang baik maka diharapkan mampu mempercepat proses reformasi TNI dan lingkungan sosialnya dengan menghindari terjadinya pelanggaran HAM serta terhindar dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang selalu menjadi sorotan publik.

2) Etika. Pemimpin TNI AU dalam pelaksanaan tugas di lapangan harus dapat menempatkan diri sesuai dengan standar perilaku yang dianggap benar oleh masyarakat setempat khususnya menyangkut hal-hal yang sensitif yaitu keyakinan/kepercayaan. Maka dalam setiap pengambilan keputusan harus memperhatikan aturan yang berlaku di kalangan masyarakat, sehingga tidak melanggar norma-norma ataupun kaidah-kaidah hidup masyarakat setempat. Hal tersebut sangatlah penting guna menghindari terjadinya friksi atau gesekan yang disebabkan kesalahan dalam penempatan etika yang berlaku di wilayah tersebut.

3) Kepribadian. Pemimpin TNI AU harus memiliki kepribadian yang mantap, dapat mengendalikan tingkat emosional, perasaan, sifat, perangai, tabiat, karakter secara stabil dalam melaksanakan setiap penugasan. Kepribadian tersebut digali dari semangat perjuangan dari para pendahulu TNI yang dengan niat tulus berbhakti kepada bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Timbulnya Kewibawaan Seorang Pemimpin. Kewibawaan sebagai salah satu konsep kepemimpinan menyangkut semua aspek yang berkaitan dengan kepemimpinan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain, maka diharapkan timbulnya kewibawaan seorang Pemimpin TNI AU dapat sesuai dengan pendapat para ahli sosiologi di antaranya ialah :

1) Menurut Amitai Etzione seorang ahli sosiologi dari Universitas Colombia, kewibawaan seorang pemimpin sebaiknya tidak hanya mengandalkan kewibawaan jabatan (position power) melainkan perlu didukung oleh kewibawaan pribadi (personal power). Positions power adalah kewibawaan seorang pemimpin yang timbul karena kedudukan atau hierarki jabatan formal, karena diperoleh melalui kedudukan yang dipangkunya. Sedangkan personal power adalah kewibawaan seorang pemimpin yang menimbulkan kesadaran bawahan untuk menerima kewibawaannya karena dirasakan benar dan baik, sehingga bawahan merasa bersatu dengan atasan (committed). Lebih jauh, kewibawaan yang ada pada seorang pemimpin mempunyai sifat yang berbeda-beda antara lain :

a) Renumerative power yaitu kewibawaan yang menimbulkan berbagai perasaan yang menyenangkan seperti adanya pujian, hadiah, promosi dan penghargaan bagi bawahan.

b) Normative power yaitu kewibawaan yang dapat memberikan kepuasan karena adanya berbagai pengakuan terhadap prestasi yang dicapai bawahan (esteem, acceptance) sesuai dengan norma-norma yang berlaku, sehingga menimbulkan kebanggaan bawahan.

2) Menurut John R.P. French dan Bertram Raven, kewibawaan bersumber pada reward, referent dan expert. Atas dasar sumber itu timbullah bermacam-macam kewibawaan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Reward Power (Kewibawaan berdasar hadiah). Karena kekuasaan formal, pemimpin dapat memberikan hadiah ataupun berbagai penghargaan sebagai ucapan terima kasih atas prestasi yang telah dicapai oleh bawahan.

b) Referent Power (Kewibawaan teladan). Sebenarnya keberhasilan seorang pemimpin tidak cukup ditentukan oleh kewibawaan formal. Sebab seorang bawahan akan lebih tertarik dan angkat topi kepada atasan apabila pemimpin itu sendiri dapat memberikan berbagai bentuk keteladanan yang positif seperti jujur, sederhana, taqwa, menepati janji, menjunjung harga diri, jauh dari perbuatan tercela dan lain sebagainya.

c) Expert Power (Kewibawaan berdasarkan keahlian). Di samping kewibawaan formal akan lebih lebih berhasil apabila disertai dengan keahlian, yaitu suatu kelebihan seseorang yang didapatkan dari pendidikan dan pengalaman.

e. Mantapnya Mental dan Psykologi Pemimpin. Pembinaan mental para pemimpin diarahkan untuk membentuk integritas moral, kepribadian maupun etika yang mantap dalam mengkoordinir, mengerahkan dan mengendalikan satuan. Karena itu pembinaan mental dan psikologi selalu menjadikan perhatian Pemimpin TNI AU. Sehingga tercermin dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, maka parameter yang diharapkan dalam mencapai kondisi mental dan psikologi adalah sebagai berikut :

1) Tingginya mental satuan. Perwujudkan kondisi mental satuan yang mantap dapat dibagi dalam mental spiritual dan mental ideologi. Lebih jauh dapat diuraikan di bawah ini.

a) Mental spiritual diwujudkan dalam ketaqwaan terhadap Tuhan YME, hal tersebut harus selalu terwujud dalam kehidupan sehari-hari dengan selalu mengikuti ajaran-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Berkaitan dengan mental spiritual tersebut juga mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan militer. Pengalaman kehidupan militer membuktikan bahwa agama mempunyai pengaruh penting terhadap moril, terutama bagi para prajurit yang berhadapan dengan maut di garis depan. Doa-doa banyak berguna untuk menghilangkan rasa takut. Iman yang teguh dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepercayaan kepada kehidupan sesudah mati dapat mempertinggi moril.

b) Perwujudan mental ideologi ditempuh dengan memahami dan mengamalkan ideologi Negara seperti yang tertuang dalam Sapta Marga. Maka di dalam pelaksanaannya diharapkan tetap mempertahankan nilai-nilai Kejuangan. Dengan adanya rasa rela berkorban, semangat pantang menyerah serta tahan menghadapi penderitaan menjadikan suatu sosok pemimpin yang tangguh serta dapat mengarahkan anak buahnya sehingga memiliki kemampuan mengenali jalan yang benar, kemampuan menunjukan arah yang benar serta mampu menjalani sesuatu dengan benar (knows the way, shows the way and goes the way). Kondisi yang demikian membentuk mental ideologi yang kuat dan tidak tergoyahkan oleh berbagai kendala yang dihadapi.

2) Mantapnya Psikologi pemimpin. Di dalam setiap pelaksanaan tugas selalu dihadapkan adanya beban psikologi yang ditanggung oleh seorang Pemimpin, akan tetapi semua itu bukan menjadikan suatu penghalang dalam mencapai tujuan. Maka dari itu seorang Pemimpin TNI AU selalu berbuat atas dasar kebenaran bukan oleh baik atau buruk. Karena kebenaranlah yang akan yang mendasari suatu keberanian di dalam mengahadapi setiap ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan pada pelaksanaan tugas. Dengan demikian maka terwujudlah kondisi psikologi yang mantap di lapangan.

10. Dari pembahasan tersebut di atas, maka kondisi yang diharapkan adalah dimilikinya sosok Pemimpin TNI AU yang dapat mentransformasikan peran kepemimpinannya pada perkembangan organisasi dan masyarakat. Para Pemimpin TNI AU mampu memahami pentingnya kepribadian yang mantap sebagai modal dasar kepemimpinan begitupun dengan pembekalan diri dengan kemampuan mengendalikan pembawaan sifat dan perilaku yang sejalan dengan perkembangan jaman serta kemampuan yang memadai untuk dapat mengelola satuannya secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan tugas pokok satuannya. Pemimpin TNI AU harus ikut aktif dalam memahami, mengamalkan dan mempertahankan ideologi negara Pancasila. Mengembangkan rasa jiwa nilai kejuangan dengan mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa yang positif dengan tetap membuka diri dari nilai-nilai baru yang hidup dan berkembang dalam peradaban dunia modern serta mengembangkan kepemimpinan TNI sesuai dengan karakter moral yang kuat dalam pembangunan pertahanan dan keamanan nasional.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

11. Kesimpulan. Dari uraian tentang upaya meningkatkan peran Kepemimpinan TNI AU, dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Peran pemimpin TNI AU dalam memimpin kesatuannya harus memahami kepemimpinan yang melayani. Pemimpin yang melayani melakukan hal itu karena ia ingin dengan melayani orang-orang, ia terdorong untuk membuka kesempatan agar orang-orang di sekitarnya memiliki kebebasan lebih luas untuk berkembang atau mengalami transformasi. Dengan bahasa sederhana ia dapat menjadi pemimpin yang melayani bila memiliki hati yang melayani. Artinya ia meletakkan kebutuhan dan minat orang lain di atas minat dan kebutuhan dirinya.

b. Peran kepemimpinan TNI AU juga perlu memahami keteladanan dan kedisiplinan, karena keteladanan menjadi cara yang cukup efektif untuk mempengaruhi bawahan dalam bersikap. Sedangkan disiplin militer merupakan suatu ketaatan yang membaja, yang menghendaki kebiasaan dimana terdapat pengertian akan kepatuhan (Obedience) terhadap komando, ketaatan yang menghidupkan inisiatif dan cipta yang tetap yang harus selalu melekat dalam kehidupan prajurit selama berdinas aktif yang tercermin dalam sikap dan perilaku.

c. Peran kepemimpinan TNI AU pun diharapkan memiliki motivasi yang kuat serta mampu memberikan motivasi kepada anak buahnya. Motivasi atau dorongan kerja ini adalah kemauan kerja yang timbul karena adanya dorongan dari dalam pribadi yang bersangkutan sebagai hasil integrasi keseluruhan dan kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik, dan pengaruh lingkungan sosial dimana kekuatannya tergantung pada proses pengintegrasian tersebut, sehingga dengan secara sadar berperilaku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

d. Pendidikan dan latihan adalah merupakan tempat yang paling diyakini mampu untuk meningkatkan peran kepemimpinan TNI AU. kualitas output pendidikan di lingkungan TNI AU perlu ditinjau dari prestasi dan dedikasinya, untuk itu tolok ukur yang baku menjadi sangat penting dan mendasar dengan dilandasi obyektivitas yang jujur, adil dan benar. Sehingga pada saatnya nanti dapat diaplikasikan dalam memimpin satuan kerja di TNI AU.

e. Dalam menjalankan kepemimipinannya diharapkan seorang pemimpin TNI AU pun perlu melaksanakan pembinaan mental yang memungkinkan tumbuh suburnya sikap patriotisme prajurit TNI. Pembinaan mental tersebut hakekatnya merupakan trasformasi nilai-nilai normatif Sapta Marga menjadi sikap perilaku dan amal perbuatan prajurit. Di samping itupun perlu menjaga dan mengontrol kesehatan serta fisiknya secara teratur. Sehingga apabila diketahui adanya indikasi penyimpangan dapat segera diatasi dan tidak berdampak negatif terhadap diri pribadi serta satuan kerjanya.

12. Saran. Untuk peningkatan peran kepemimpinan TNI AU di masa yang akan datang, maka perlu tindakan-tindakan yang merupakan saran dan masukan sebagai berikut :

a. Pengawasan melekat (Waskat) ini penting dalam rangka untuk meminimalkan adanya kemungkinan penyimpangan atau kekeliruan dalam pelaksanaan tugas. Disamping itu untuk mengontrol terhadap sikap dan perilaku yang mengindikasikan menyimpang dari ketentuan, Sumpah Prajurit dan Sapta Marga. Pengawasan melekat ini pada dasarnya sudah melekat pada setiap insan prajurit TNI dalam statusnya sebagai atasan.

b. TOD (Tour Of Duty) dalam rangka penempatan jabatan personel militer TNI AU secara tepat dalam tugas/jabatan yang diperlukan dalam pengawakan organisasi TNI AU, dengan tujuan pemanfaatan tenaga dan komponen setiap personel militer TNI Angkatan Udara secara optimal guna mendukung tugas pokok TNI Angkatan Udara. Hal tersebut merupakan pelimpahan kepercayaan pimpinan kepada seorang militer untuk menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawab dalam tingkat jabatan atau pekerjaan tertentu, berdasarkan hasil penilaian yang cermat terhadap perwira bersangkutan dan merupakan tuntunan kualifikasi tugas.


BAB VI
P E N U T U P

13. Penutup. Demikian tulisan naskah biografi kepemimpinan dikaitkan dengan peran kepemimpinan TNI AU pada masa mendatang, semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan organisasi TNI AU ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda di sini.